PEMBALAKAN LIAR MASIH MENJADI MASALAH BESAR DI BIDANG KEHUTANAN
Salah satu masalah yang sangat krusial dalam bidang kehutanan ini adalah masalah pembalakan liar ( illegal logging), yang hingga kini belum ada yang bisa menghentikan. Demikian yang dikatakan Ketua Komisi IV DPR Drs. H. Akhmad Muqowam dalam Rapat Paripurna atas Usul Rancangan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L). Rapat Paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anum, rapat dilakukan di Gedung DPR Nusantara ll Senayan Jakarta, Kamis (16/12) siang.
Ketua Komisi IV DPR Akhmad Muqowam juga menambahkan, bahwa World Bank sejak awal tahun 80-an sudah memberi peringatan bahwa hutan dunia yang hanya tinggal di tiga negara yaitu Indonesia, Brazil, dan Zaire hal ini agar dijaga ketat tentang kelestariannya, ungkapnya.
Akhmad Muqowam juga menegaskan bahwa, beberapa data menyatakan setiap detik pohon-pohon hutan di Indonesia ditebangi secara liar. Per menitnya bisa mencapai 6 kali luas lapangan bola dan kerugian per tahun mencapai 31 triliun rupiah, kata Muqowam.
Dia mengemukakan bahwa, di era reformasi rata-rata kerusakan hutan mencapai 3,8 juta hektar pertahun, saat ini laju kerusaakan hutan rata-rata 1 juta ha lebih per tahun. Kerusakan hutan Indonesia sadah mencapai 60 juta hektar, dari luas hutan yang hanya tinggal 120 juta hektar. Dengan demikian lebih separuh hutan tropis Indonesia telah hancur, ungkapnya.
Ketua Komisi IV DPR Akhmad Muqowam juga menegaskan bahwa, dalam beberapa tahun terakhir pembalakan liar sudah semakin meluas dan kompleks. Pembalakan liar juga telah berkembang menjadi suatu tindak pidana di bidang kehutanan yang berkembang secara lebih terorganisir, melibatkan banyak pihak, baik dalam skala nasional maupun internasional (extra ordinary crime), tegasnya.
Akhmad Muqowam juga menegaskan kembali bahwa, pembalakan liar tidak lagi murni berdiri sendiri namun telah terbangun kerjasama yang merambah ke praktek perdagangan kayu illegal (illegal timber trade) yang melibatkan komunitas negara luar. Struktur organisasi dan modus operandi yang umum terjadi dalam pembalakan liar adalah terorganisasinya dengan rapi dan profesional seluruh pelaksanaan di lapangan sehingga sering kali sulit bagi perangkat hukum untuk dapat menangkap para ”cukong” sebagai akibat dari sistem serta pranata hukum positif yang ada.
Ketua Komisi IV DPR Akhmad Muqowam juga menegaskan bahwa, selama ini terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembalakan liar, namun dalam implementasinya belum efektif dilaksanakan, ungkap Muqowam.
Dia juga mengatakan bahwa lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum, yang semakin memperburuk kegiatan pembalakan liar. Koordinasi antara penegak hukum (polisi dan PPNS sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut dan hakim sebagai eksekutor vonis) dalam realitanya belum berjalan optimal, bahkan sering terjadi kesalahan interprestasi antara jaksa penuntut umum dan penyidik terhadap pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Selain itu, penjatuhan vonis terhadap pelaku pembalakan liar sering tidak proporsional atau terlalu ringan dan tidak sepadan dengan bobot kejahatannya. Hal tersebut sering dijadukan dasar acuan para pelaku kegiatan pembalakan liar untuk lebih berani lagi dalam melakukan perbuatan kejahatan pembalakan liar.
Akhad Muqowan juga menambahkan bahwa bagi masyarakat yang hidup di sekitar hutan, mereka yang pertama akan terkena dampaknya akibat pembalakan liar. Mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak buruk yang ditimbulkan oleh proses penggundulan hutan.
Dia juga menjelaskan bahwa dampak degradasi hutan santat dahsyat terhadap kelangsungan fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem bumi. Dengan demikian kegiatan pembalakan liar juga dapat dikategorikan sebagai kejahatan terorisme, karena adanya beberapa kesamaan ciri, hal ini termasuk kejahatan pidana, berlangsung lintas negara, terorganisir secara sistematis, memiliki jaringan luas dan mengancam keselamatan hidup umat manusia di seluruh dunia secara lintas generasi.(Spy).